Prabowo dan Masalah Perburuhan

Tanggapan ini atas pemberitaan derik.com ketika Prabowo Subianto, Calon Presiden, menyampaikan pendapatnya didepan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (8/11/2023). 

Tentu buruh maupun serikat buruh bersepakat untuk melakukan dialog tentang penyelesaian permasalahan yang dihadapi, kecuali ketika dialog menemui jalan buntu dan tidak menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.

Buruh dan pengusaha, ataupun buruh dan pengelola perusahaan negara, punya posisi yang sama, walaupun dengan persepsi yang berbeda, seperti yang dikatakan pak Prabowo, "perusahaan akan lari kalau tidak untung". Dan buruh punya persepsi bahwa "kerja atau pekerjaan yang dilakukan juga harus memberikan keuntungan bagi mereka berupa kesejahteraan."

Buruh sendiri terbagi dalam berbagai sektor dan tingkatan jabatan berdasarkan kebutuhan manejemen, terutama dalam pembagian spesialisasi kerja berdasarkan skill yang dibutuhkan. Buruh sektor jasa keuangan dan perbankan mungkin dianggap buruh yang punya tingkat kesejahteraan diatas, termasuk pekerjaan skill spesialisasi tertentu seperti pilot maskapai penerbangan, atau insinyur maupun dokter. Pada intinya selama dia menjual tenaga dan skillnya untuk mendapatkan upah, mereka disebut buruh. Kecuali para profesional tersebut menjual jasanya secara pribadi membuka praktek secara mandiri mengatur kerja profesinya. Tapi keduanya dikategorikan bagian dari klas pekerja.

Buruh dengan gaji tinggi rata-rata adalah mereka yang mempunyai skill spesifik dengan spesialisasi pengetahuan/pendidikan khusus di bidang tertentu. Dan biasanya dijadikan pegawai tetap perusahaan. Tentu, seperti yang kita ketahui, pegawai tetap mempunyai  perlindungan tenaga kerja lebih baik dari buruh kontrak dalam UU ketenagakerjaan (sekarang UU Omnibuslaw Cipta Kerja). Kelompok ini disebut buruh kerah putih.

Diluar itu adalah buruh kerah biru, yang pekerjaannya tidak memerlukan skill spesifik atau pengetahuan spesialisasi tertentu. Buruh-buruh ini paling banyak dan paling rentan jaminan kesejahteraannya. Kerentanan tersebut sering terlihat dari standar upah minimum yang diterima. Selain itu, aturan ketenagakerjaan saat ini tidak memberikan jaminan keberlangsungan kerja yang Visibel dengan berlakunya sistem kerja kontrak yang diperluas dalam UU Omnibuslaw Cipta Kerja. Konsekuensi dari UU tersebut memperkecil jaminan sosial dan jaminan perlindungan saat PHK maupun putus kontrak.

Seperti telah sering disampaikan pemerintah bahwa covid 19 telah membuat upah riil buruh menurun akibat inflasi yang tinggi. Penurunan kinerja Perusahaan akibat "lesu"-nya permintaan juga menjadikan kesempatan kerja semakin terbatas. Menurunnya upah riil berdampak pada menurunnya konsumsi rumah tangga dan akhirnya menjadi lingkaran setan krisis ekonomi ketika daya beli masyarakat menurun untuk menyerap produksi.

Bahwa kami sepakat pemerintah harus mampu melindungi Bisnis atau industri produktif, apalagi industri dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menjaga stabilitas rantai produksi dan rantai distribusi, hanya saja, kita harus jujur bahwa high cost economic disebakan oleh praktek korup, pungli yang mencapai 30 % dari biaya produksi. Jadi bukan masalah upah pekerja. Memang dalam industri tertentu yang masih mengunakan tenaga manusia secara massal komponen upah buruh bisa cukup tinggi biayanya, apalagi ditambah pungli. Tapi data itupun ada di pemerintah industri-industri seperti apa yang menyerap buruh dengan model produksi seperti itu.

Gagasan Pak Prabowo soal subsidi transportasi, ketersediaan makanan, subsidi kesehatan, subsidi listrik, memerlukan detailing khusus yang berhubungan dengan persoalan buruh.

Bagi kami di serikat dan Partai Buruh, subsidi bisa menekan pengeluaran rumah tangga. Misalnya, transportasi perkotaan yang disubsidi 100 % mengurangi pengeluaran biaya transportasi pekerja maupun anak-anak yang sekolah. Makan siang gratis di sekolah seharusnya juga diperluas dengan adanya ketersediaan makan gratis di tempat kerja. Subsidi kesehatan bisa dilakukan dengan menggratiskan iuran BPJS dan memperluas cakupan layanan BPJS bagi keluarga Buruh. Dan satu hal lagi, subsidi pendidikan dalam bentuk pendidikan gratis sampai level perguruan tinggi.

Beberapa hari lalu menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan subsidi sektor properti untuk meningkatkan sisi penawaran. Subsidi ini bahkan sampai untuk pembelian rumah dibawah Rp. 5 milyar. Harusnya, fokus subsidi ini diperluas bagi keluarga buruh yang selama ini banyak tinggal di kos-kosan pabrik. Fasilitas perumahan terjangkau disekitar daerah industri harus menjadi perhatian khusus untuk meningkatkan kinerja Buruh. Dan ini juga harusnya masuk dalam rencana program Calon Presiden.

Program kesejahteraan buruh tersebut tidak lengkap tanpa merevisi UU Omnibuslaw Cipta Kerja. Kenapa? Karena UU Omnibuslaw Cipta Kerja ada klausul soal tenaga kerja kontrak yang diperluas. Sistem kerja kontrak berdampak mengganggu pada upaya Buruh melakukan perencanaan keuangan dalam mendapatkan kesempatan kredit rumah yang kebanyakan memerlukan waktu panjang, antara 10-20 tahun. Sistem kontrak juga akan mengacaukan skema dana pensiun, kecuali, dana pensiun lagi-lagi di subsidi oleh negara dengan menggratiskan iurannya, entah selama dia bekerja ataupun selama menganggur mencari pekerjaan.

Yang jelas, Buruh bukan komoditi yang harga atau nilai jualnya hanya sebatas saat dimanfaatkan saja atau saat dibutuhkan untuk digunakan. Buruh bukan perkakas industri hanya dipakai saat diperlukan. Dalam politik pun, buruh bukan sekedar dibutuhkan saat menjelang pemilu ataupun pilpres untuk meraup suara. Buruh adalah warga negara, klas pekerja yang menyalakan mesin-mesin industri bergerak dan komoditi barang dan jasa mengalir menemukan konsumennya. Keringat klas pekerja lah yang melahirkan keuntungan dan kekayaan bagi bisnis dan negara. Sudah sepantasnya, Buruh, klas pekerja ikut menentukan arah bangsa Indonesia, duduk sama tinggi dengan pengusaha dan calon presiden memperjuangkan cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

Frans Eka Dharma Kurniawan
Wakil Ketua I Exco Partai Buruh Provinsi Sulawesi Utara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar lah dari Dinasti KIM

Akar Rasisme AS: Wawancara dengan Noam Chomsky