Demokrasi Dalam Bahaya Cinderella

Ancaman demokrasi itu berasal dari dalam demokrasi itu sendiri, terutama demokrasi liberal. 

Kalau mengidentikan otoritarianisme berkaitan dengan komunisme karena pemahamannya tentang kediktatoran proletariat secara terang terangan, yg kemudian ditunjuk-tunjuk oleh kaum liberal sebagai bukti bahwa itu semacam "membahayakan" demokrasi, fakta bahwa hal itu tidak sepenuhnya "milik" ideologi tertentu saja. Kasus Rusia saat ini adalah contoh menarik. Uniknya, kaum liberal, sekalipun demokrasi liberal dengan "pemilu" sebagai sarana paling otentik "suara" rakyat, belum tentu menjadi "kebenaran" atas suara rakyat seperti yg terjadi di Venezuela dimana negara2 demokrasi liberal lebih "senang" dengan presiden yg mengangkat dirinya sendiri tanpa melakukan pemilu.

Sejarah mencatat ambiguitas antara "pandangan" liberal dengan tindakannya selama era perang dingin--alih2 menjauhkan kaum komunis maupun sosialis merebut suatu pemerintahan negara karena isu "kediktatoran dan otoritarian"-- negara demokrasi liberal menyokong berbagai kediktatoran militer, raja2 perang lokal, bahkan bandit2 tuan tanah maupun mafia narkotika disuatu negara. 

Kali ini ditengah pandemi, setelah berbagai kegagalan negara demokrasi liberal yg sebelumnya angkuh dengan keberhasilan ekonominya justru memberikan perbandingan yg cukup terang benderang bagaimana tudingan terhadap "kediktatoran dan otoritarian" dipadankan dengan demokrasi liberal dalam menjawab persoalan masyarakat menghadapi wabah yg mengancam kehidupan manusia.

Putin adalah kasus yg bukan saja unik, tapi ini benar2 "ngehe"; dimana Rusia sudah meninggalkan lebih dari 30 tahun "kediktatoran" Uni Soviet dan memilih demokrasi liberal, tapi disisi lain ada kerinduan terhadap "otoritarianisme" dimana Uni Soviet merupakan adidaya dalam pergaulan internasional, dan sialnya, Putin ingin membangun kejayaan baru mengikuti jejak China yg masih utuh dalam demokrasi ala komunis tanpa sedikitpun kembali dalam roh Uni Soviet. Putin mengunakan jejak pendapat (referendum) untuk memperkuat posisi pemerintah dan terutama pemusatan kekuasaan ditangan Presiden, yang artinya mengunakan demokrasi liberal untuk mengakhiri demokrasi itu sendiri.

China memang saat ini seperti seorang gadis cantik, disatu sisi dipuja disisi lain juga menimbulkan kecemburuan. Keberhasilan menghadapi wabah covid-19 bukan berarti menghasilkan pujian semata, tapi fitnah yang menyertainya juga tidak sedikit, persis kisah Cinderella ala barat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prabowo dan Masalah Perburuhan

Belajar lah dari Dinasti KIM

Akar Rasisme AS: Wawancara dengan Noam Chomsky